Edisi Berdamai Dengan Kebencian
Pernahkah kau merasakan benci dengan sesorang? Sakit hati? Iri? Ya, setiap orang pasti pernah memiliki rasa seperti itu.. termasuk saya.
(Dulu..) saya termasuk orang yang ambisius dan tidak pernah terima kekalahan. Setiap kali menerima kekalahan selalu merasa bersalah dan hancur berkeping-keping. Kekalahan dalam kompentisi atau kekalahan dalam hal lain… seperti… iri pada kesuksesan seseorang. Ya, dulu… saya termasuk orang yang demikian.
Setelah akhirnya saya bertemu Rhesa… (ah.. dia lagi..), seseorang yang sabar dan fokus dengan apa yang dia kerjakan.. fokus dengan apa yang dia hasilkan.. Berikut ini adalah percakapan saya dengan Rhesa sekitar setahun yang lalu.. Saya ingat, waktu itu bulan puasa.
*scene di mobil menembus kemacetan Jakarta
“Ngapain kamu iri sama orang itu? Ngehabisin energi aja.. mendingan fokus sama yang kamu kerjain, latihan yang bener biar main bagus. Gak usah peduli sama penilaian orang.. toh kita sendiri yang tahu hasilnya.”, kata Rhesa marahin saya.
Lalu saya menjawab, “Ya tapi ‘kan males kalau kita sudah berusaha sekuat tenaga…ikutin jalan yang bener, lurus-lurus aja, malah dengan usaha sendiri… capek! Tapi dia lebih sukses dari kita.”, saya mencak-mencak.
“Kata siapa sukses? Kamu mau kayak gitu? Ngejalanin hal kayak gitu? Jadi penjilat? Jadi orang munafik? Kamu happy nggak? Kalau happy ya jalanin aja. Kalau nggak ya yakin aja sama yang kamu jalanin.. Jadi kamu nggak happy?”, kata Rhesa.
Saya terdiam…
“Kalau kamu mau kayak gitu ya coba aja.. tapi itu gampang! Bukannya ini yang jadi kebanggaan kita? Mencapai semua dengan susah payah.. jerih payah.. nangis darah..?”, kata Rhesa.
Saya masih terdiam.. kemudian menjawab..
“Tapi kan hasilnya cuma segini..”, ujar saya lirih.
Rhesa tersenyum geli..
“Hahaha! Sempit banget kamu liatnya.. Nggak ada hasil yang ‘cuma segini’. Kita yang bisa menilai hasil kerja kita. Kalau kita sudah maksimal ya kita harus bangga dengan hasilnya. Gak usah peduli kata orang, mereka nggak tahu prosesnya. Lagipula, aku seneng kok bisa melakukan ini sama kamu. Di luar berhasil atau enggak, sukses atau enggak, kaya atau enggak, terkenal atau enggak… I am happy.. “, katanya.
Saya menatapnya.. saya lihat matanya.. ya, saya lihat.. dia memang bahagia.
“Sepertinya kamu perlu berdamai dengan kebencian yang ada di dalam diri kamu. Kamu cuma IRI. Coba kamu hilangkan rasa itu. Coba deh.. hidup ini terlalu indah untuk dihiasi sama kebencian. Banyak hal-hal indah yang jadinya jelek gara-gara kamu melihat dengan penuh kebencian. Sekalinya kamu berdamai dengan itu… kamu akan happy..”, kata Rhesa.
Saya tertegun… ya, benar.. saya harus belajar berdamai dengan kebencian dengan cara saya sendiri. Saya akhirnya berdamai dengan banyak orang yang sebenarnya mereka nggak punya salah sama saya. Beneran deh! Masalahnya sebenarnya ada di saya! Karena kebencian telah mempengaruhi saya.. Saya khilaf.. Saya minta maaf..
– Endah
8 thoughts on “Edisi Berdamai Dengan Kebencian”
pas banget dengan yg sedang saya alami .. makasih mba untuk share pengalamannya. Inspiratif.
saya merinding bacanya.
sepele tp bisa jadi ilmu seumur hidup π
I like this quote, mbae : “Nggak ada hasil yang βcuma seginiβ.”
Salam buat Mase. Sakses selalu π
keren kak, jadi termotivasi juga nih π
mantap mba bener2 bisa jadi motivasi hidup nih.. π
Hmm, berdamai dengan kebencian ya? Terimakasih mba Endah berbagi pengalaman ini dan terimakasih mas Rhesa kata kata mas Rhesa td bikin saya berfikir, memang semua orang perlu berdamai dengan kebencian.
Mungkin susah mungkin akan jadi menyenangkan berdamai sama kebencian.
Semoga tujuan hidup kalian menjadi bahagia bisa di ikuti semua orang mbaaaaa maaaass… *peluuuk* :’)
Yang penting tujuannya happy deh. Susah senang sama2. Bangga mengenal kalian mas dan mba yang kucinta. Sharing kaya gini tuh penting banget ternyata π
Tujuan akhir itu nomor ke-sekian, proses adalah nomor 1. Karena proses mengandung banyak pelajaran.