Ya.. sebenarnya tulisan ini untuk diri saya sendiri. Saya adalah orang yang pemarah. Artinya mudah marah… galak… temperamental… apa pun lah itu yang berurusan dengan ledakan emosi yang akhirnya menimbulkan efek seperti nada suara dan intonasi yang tinggi, raut wajah cemberut dan meyeramkan, debar jantung tak beraturan, serta sikap yang menyebalkan.

Kenapa? Kenapa sulit bagi saya untuk tidak menjadi orang yang pemarah? Apa sih susahnya untuk menurunkan nada suara, menarik nafas panjang, memejamkan mata dan menghitung angka 1 sampai 1 juta untuk menenangkan diri sejenak dan tidak melibatkan orang-orang di sekitar saya menjadi sasaran empuk kemarahan saya? Mungkin nggak usah yang di sekitar… yang nun jauh di sana juga bisa kena.. by phone… by email dengan TULISAN MACAM BEGINI DIMANA HURUF GEDE BERTEBARAN DI SEPANJANG ISI SURAT.

Kenapa sulit sekali bagi saya untuk bisa memahami bagaimana menjaga mood orang lain, menjaga perasaan orang lain…padahal sebenarnya semua masalah bisa dibicarakan dengan baik.. diulang.. dengan CARA BERKOMUNIKASI yang baik.

Mungkin itu salah satu tujuannya ada jurusan KOMUNIKASI, yah.. karena ternyata tidak semua orang bisa menyampaikan keinginan atau pemikirannya dengan cara yang simpatik. Hei para pemarah!! Masuklah kamu ke jurusan KOMUNIKASI atau PUBLIC RELATION supaya kamu tahu bagaimana cara menyampaikan keinginan dan pemikiran dengan baik dan benar.. -___-” (dulu saya sempat lho mau kuliah bidang komunikasi massa.. alm. mama saya yang menyarankan.. Hahaha! She knew me the most.).

Ada orang yang marah melampiaskannya dengan berbagai macam cara… seperti olah raga, bermusik, menulis, dan lain-lain. Tapi sebenarnya esensi mengatasi kemarahan bukan dengan menyalurkan dan melupakannya.. esensi dari mengatasi kemarahan adalah dengan menyelesaikan semua masalah dengan berkomunikasi dan mencari solusi dari masalah tersebut. Karena apa penyebab orang marah? Karena semua tidak berjalan seperti apa yang dipikirkannya atau yang diinginkannya! Ya kan? Jadinya apa… ya marah!

Masalahnya adalah… tidak semua orang terbiasa untuk beradu argumen dengan dewasa. Duduk bersama, atau lewat telpon, berdiskusi langsung to the point dengan mengambil solusi dari semua permasalahan. Memang pada dasarnya orang-orang yang pemarah… (baca : SAYA!) adalah orang yang ingin mencari pelampiasan dan sasaran kemarahan. Nggak usah deh ke orang lain, yaa..apa yang bisa dibanting dan dihancurkan. Anarkis. Karena apa? Karena tidak paham bagaimana cara berdialog, berdiskusi, menerima perbedaan pendapat, mengambil kesimpulan dan mencari solusi dari permasalahan.

Padahal semua masalah bisa selesai tanpa kekerasan. Kekerasan itu identik dengan kekerasan fisik.. padahal nggak juga. KEKERASAN EMOSIONAL juga sama derajatnya dengan kekerasan fisik. Bayangkan ketika kamu sedang santai di rumah, bersama keluarga, langit biru cerah, baru tidur 2 jam tiba-tiba menerima telpon dari saya yang tanpa basa-basi langsung mencecarmu dengan argumen.. mencecarnya sih nggak apa-apa.. tapi intonasi dan nada suara tinggi dan keras, yang kemudian membuat kamu tidak bisa mengerti sebenarnya sedang ada masalah apa karena apa yang saya jelaskan tidak to-the-point dan tidak dalam rangka mencari solusi terhadap masalah apa yang sedang dihadapi.

 

Tentu saja hari kamu akan menjadi NERAKA. Ibarat kalau di film-film, scene indah warna-warni dengan kicauan burung berganti dengan awan hitam, guntur menggelegar dan auman serigala haus darah. Lebay? Tapi ya..intinya.. telpon yang tidak lebih lama dari 15 menit penuh kemarahan bisa menghancurkan mood 345 menit berikutnya.

Masalahnya lagi.. orang-orang pemarah seperti saya ini selalu memiliki excuse.. “Ya.. gue memang begini.. soalnya (keluarlah berbagai alasan)..”

Lalu apakah dengan marah dengan berbagai alasan itu bisa diterima? Kasihan banget yang kena marah…harus menjadi korban kemarahan itu.. kalau ada yang bisa kasih tau dan kritik sih masih bagus. Dampak buruknya sih orang akan malas berhubungan dengan saya karena takut melakukan kesalahan hingga saya marah, atau memang saya sudah menghancurkan harinya dengan kemarahan saya (yang kadang gara-gara hal sepele). Yang dikorbankan akhirnya adalah pertemanan, persahabatan, persaudaraan.  

Jadi apa yang harus saya lakukan untuk mengatasi kemarahan yang meledak-ledak akibat dari (mungkin) masa lalu saya yang cukup keras ini? (another excuse)..

1. Berpikirlah sebelum bertindak atau bicara. Saya selalu diajarkan oleh Rhesa, bahwa ketika saya sedang ada masalah dan harus berdiskusi/ berinteraksi dengan orang lain untuk menyelesaikannya, saya harus berdiam dulu sejenak. TAKE YOUR TIME! Ambil napas panjang…hembuskan pelan-pelan. Tunggu sampai detak jantung jadi pelan..

2. Ambil pulpen dan kertas, atau laptop, atau gadget, atau iPad, atau whatever lah barang gaul yang kau punya… TULIS poin-poin yang mau disampaikan. Kata Rhesa, selain proses ini akan meredakan amarah, tapi juga membuat kita jadi tahu sistematika pemecahan masalahnya. Amazing!

3. Berusahalah untuk tersenyum. AAARGH!! BAGAIMANA BISA???! Tapi.. yes, kata Rhesa..kalau saya bisa menghadapi kemarahan dengan tersenyum dan tertawa, otomatis marah itu jadi reda. SENYUM TERPAKSA AJA GIMANA?? Ya esensinya adalah tertawakan saja masalah yang ada, lupakan sejenak kemarahan, santai.. alihkan pikiran sejenak dari kemumetan temperamen yang meledak-ledak ini. Atau ya..  bayangkan sesuatu yang lucu yang membuat mood menjadi bagus.

4. Perhatikan intonasi dan nada suara. Nggak usah marah pakai nada tinggi hingga seluruh dunia, jin dan manusia itu tahu kalau saya sedang marah. Selain mengurangi wibawa, kayaknya nggak etis juga kan. Kalau mau sampaikan kalimat “Saya marah sama kamu” dengan nada tinggi atau nada rendah kan artinya tetap sama.. bahwa situ dengan marah. Ya kan? Jadi sante aje suaranye, Neng.. toh isi pesennya juga sama.

5. Mendengarkan lawan bicara. Setelah “puas” tuh menyampaikan poin-poin “DOSA” seseorang.. jangan lupa untuk mendengarkan argumen lawan bicara. Jangan-jangan malah sebenernya masalahnya dah kelar…atau malah kitanya yang salah. Huah! F**K! Males deh jadinya..

6. Kembali lagi kepada tujuan bahwa kita disini mengobrol untuk mencari jalan keluar terhadap masalah. Nggak perlu ungkit-ungkin masa lalu yang menyebalkan yang nggak ada kaitannya dengan masalah baru ini. Kalau memang akhirnya berbeda pendapat ya nggak apa-apa. Tapi harus pada kesepakatan akhirnya mau dijalankan atau diselesaikan dengan cara bagaimana.

7. Jangan menghancurkan apa pun. Jangan banting-banting apa pun. Jangan pukul siapa pun. PENTING! Karena susah deh kayaknya mau cari piring yang sama dengan yang dibanting barusan.. lagipula… sayang RpRpRpRp-nya :p

Kalau nggak sepakat gimana? Biasanya yang ‘ngalah’ yang ikut caranya yang ‘menang’. Atau yang ‘lemah’ ikut caranya yang ‘kuat’, atau yang ‘nggak punya duit’ jadi ikut yang ‘punya duit’, atau yang ‘muda’ ikut sama yang ‘tua’. Atau apatis sekalian. “Oke.. saya ngikut, daripada berantem.”. Ya.. kadang memang perdebatan tidak mendapatkan win-win solution…karena SAYA PEMARAH!! AYO IKUTI CARA SAYA! KARENA SAYA PALING BENAR!!! *sambil gebrak meja backsound petir yang menggelegar* :p

Makanya itu kadang jalan tengahnya adalah ada orang ketiga yang menjadi penengah, biasanya memang orangnya adem ayem tentrem liat mukanya juga pengen mesem-mesem. Atau secara hukum… ya dibuatlah itu perjanjian atas kesepakatan. Jadi memang semua tindakan bernaung di bawah hukum. Sebenernya asal jelas aja apa yang mau diselesaikan, apa yang harus dikerjakan, jobdes-nya apa.. gitu.. biar nggak pusing kan.

Demikianlah tulisan ini dibuat. Untuk terapi permasalahan yang saya alami. Saya pemarah. Memang. JANGAN MACAM-MACAM SAMA SAYA ATAU KAMU SAYA MAKAN! Aum! :p

 

Endah

3 thoughts on “Untuk Orang-orang yang Pemarah

  1. hilma says:

    😀 saya mencari posisi paling enak buat tidur kalo lagi mo ‘marah besa’
    Abis tidur baru dipikirin langkah selanjutnya,
    ‘sapa ni yang mo diamuk??’
    *eh! 😉

  2. hilma says:

    😀 saya mencari posisi paling enak buat tidur kalo lagi mo ngamuk
    Abis tidur baru dipikirin langkah selanjutnya,
    ‘sapa ni yang mo diamuk??’
    *eh! 😉

  3. greygori says:

    bagi seorang gamer seperti gw klo lagi bad mood terkadang main game hardcore kyk GTA masih belum terlampiaskan.
    memang benar satu2nya hal yang bisa meredakannya adalah menghadapi masalahnya itu sendiri. Kata engkong2 di pos hansip “klo hidup lo gak mau ada masalah salah satunya cuman mati, karena masalah adalah hidup” engkong2 itu sepertinya punya basic jurusan falsafah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*