Ada banyak kenangan saya kepada almarhumah mama saya. Tiba-tiba terlintas memori saya tentang beliau ketika saya masih di bangku SMA. Di suatu sore yang cukup santai, saya bercengkrama dengan mama di kamar. “Ma, apa yang membuat mama cinta sama papa?”, tanya saya. Mama menerawang. “Papamu itu humoris, tidak membosankan. Dan dia selalu berusaha menjadi orang yang baik, kelihatan dari usaha ibadahnya.”, jawabnya tersenyum. “Mama pernah bosan sama papa?”, tansayaku lugu. Kembali menerawang mama menjawab, “Ya pernah.”, jawabnya jujur. “Terus kenapa mama terus sama papa sampai sekarang?”, tanyaku. “Karena ada kamu, Mbak Mita, Mas Arief. Anak mama yang lucu-lucu.”, jawabnya sambil uleng-uleng (memeluk dan mencium) saya di atas kasur. Saya tergelak. Kemudian mama melepaskan pelukannya dan menatap saya penuh arti. “Cinta[…]

Waktu kecil, mungkin usia 5 tahun, saya bersama mama sholat Ied di sebuah lapangan besar. Saat itu saya cemas… “Mama.. mama. Aku khawatir.”, kataku. “Kenapa, sayang?”, jawab mama. “Nanti kalau pas kita sholat siapa yang jagain sepedanya?”, tanyaku. “Ada yang jaga di sana, sayang. Pak X (lupa namanya).”, jawab mama. “Emangnya Pak X ga sholat, Ma?”, tanyaku. “Engga, sayang. Pak X orang Kristen. Dia jaga kita, umat muslim, supaya khusyuk beribadah. Nanti saat natal kita juga gantian jaga mereka saat ibadah.”, jawab mama. “Ooo…”, saya tertegun, mencerna. Kemudian takbir panggilan berdiri. Sholat Ied pun dimulai. — My first lesson about tolerance came from my mother. — Selamat merayakan natal, teman-temanku. ‘Kan kujaga dan kuhormati hak-hak kalian beribadah. Karena esensi beragama[…]

Hari Minggu sore, saya menghabiskan waktu di rumah untuk santai. Rhesa sedang istirahat di kamar karena demam akibat radang tenggorokan. Komplek rumah sedang lumayan sepi. Langit Pamulang mendung namun hujan masih ragu-ragu untuk datang. Saya haid hari pertama. Pas lah suasananya untuk menggali sisi melankolis saya yang jarang-jarang hadir belakangan ini. Kemudian Guswib, yang menginap beberapa hari di rumah, mengajak saya untuk membuat beberapa video. Ada video-video sepanjang 15 detik, ada pula yang satu lagu utuh. Cukup lama juga saya tidak merekam permainan gitar dan vokal saya sendiri tanpa ditemani Rhesa. Rasanya canggung. Biasanya saya hanya nyanyi-nyanyi sendiri di rumah tanpa ada yang serius merekam. “Terserah Mba mau nyanyi apa saja bebas. Aku tinggal rekam saja.”, kata Guswib. Saya berpikir[…]

“Kamu itu ‘kan anak yang tidak diharapkan..”, ujar Mama saya. “Hah? Maksudnya?”, tanya Endah kecil. “Iya, dulu itu mama maunya cuma punya 2 anak. Mas Arief dan Mbak Mita. Eh, nggak taunya kebobolan, hamil kamu.”.. kata Mama. Endah Kecil terdiam … dengan muka sedikit sedih. “Eh, nggak tahunya… ini anak mama yang pinter nggitar, suaranya bagus, pinter nyanyi, pinter ngaji… Mama bersyukur punya anak bungsu ini..”, ujar mama sambil ‘uleng-uleng’ Endah Kecil yang tertawa bahagia. Saya masih berkaca-kaca setiap kali mengingat percakapan tersebut. Saya masih ingat saat mama saya (almarhumah) mengajari saya nyanyi Edelweiss dan lagu-lagu dari film The Sound of Music untuk tampil di arisan kantor dan keluarga. Mama saya guru gitar yang baik, beliau tahu cara mengajari gitar untuk[…]