
Earhouse Songwriting Workshop with Iga Massardi
Sesungguhnya, kehadiran Iga Massardi di Pamulang adalah sebuah perjuangan yang patut diberikan apresiasi yang setinggi-tingginya. Yeah.. jarak Bekasi-Pamulang dengan hiasan kemacetan tentu membutuhkan tekad bulat dan alasan tepat untuk tetap mencapai tujuan. Hahaha!
Ini bukan kunjungan Iga yang pertama ke Earhouse Pamulang. Beberapa tahun lalu, ia pernah hadir di Earhouse (alamat lama) bahkan sampai melakukan lelang efek dan hasilnya disumbangkan untuk panti asuhan di Pamulang. Kali ini, ia hadir memberi tips menulis lagu, memproduksi, dan membagi pengalamannya di dunia rekaman. Ah! Iga memang musisi yang murah hati. Cocok lah jadi tokoh masyarakat Bekasi. :p
Kehadirannya di hari Kamis (10/05) sore itu memberikan motivasi dan pencerahan untuk teman-teman yang ikut di workshop ini. Terlihat dari pancaran mata teman-teman serta pertanyaan yang hadir bertubi-tubi. Workshop sore itu memang dihelat dengan sangat santai dan kasual. Seperti pesan Iga kepada saya sebelumnya, “Bikin yang santai aja ya, Ndah. Kayak yang lo biasa lakuin aja.”. Dan memang akhirnya semua percakapan terjalin dengan begitu mengalir dan personal.
Ada banyak hal yang menarik yang menjadi perhatian saya saat menyimak pendapat dan cerita Iga berkaitan dengan pengalamannya menulis lagu. Namun saya akan meng-highlite beberapa hal yang menurut saya cukup mendasar dan mudah untuk saya paparkan dalam tulisan.
Menurut Iga, melodi tetap menjadi unsur penting dalam lagu. Ia menjadi semacam identitas yang mudah untuk dikenali meski dalam sekilas dengar. Lirik, ketika ia hanya berupa tulisan (dibaca tanpa dinyanyikan), bisa berbeda ‘kesannya’ dengan begitu dimasukkan melodi lagu. Itulah pentingnya ‘perkawinan’ antara melodi dan lirik. Ritem adalah salah satu unsur yang kuat untuk membantu memformulasikan lagu. Dengan menguasai tempo dan ritem, akan banyak sekali lahir kemungkinan penciptaan lagu.
Salah satu hal yang juga saya gali dari Iga Massardi adalah kelihaiannya dalam menulis lirik dan memilah milih kata. Seperti yang kita tahu, ia adalah putera dari seorang sastrawan Yudhistira ANM Massardi. Namun, itu (ternyata) tidak membuatnya sekonyong-konyong mudah dalam menulis lirik lagu. “Gue melalui proses membuat lirik bahasa Inggris, yang ternyata lama-lama susah juga ya. Kosa kata terbatas. Kemudian akhirnya mencoba bikin lirik Bahasa Indonesia. Itu pun setelah berkali-kali menulis, baru di tahun 2012 gue menemukan lirik yang menurut gue nyaman.”, ujarnya. Ia juga mengakui bahwa referensinya dalam membaca buku mungkin tidak sebanyak yang orang kira. Ia lebih suka menggali referensi dengan menginterpretasi lirik-lirik band kesukaannya, menonton video wawancara artis kesukaannya, menelaah sudut pandang mereka dalam membuat lagu/ melihat sesuatu. Ini membuktikan bahwa menulis lirik pun perlu latihan, demikian pula dengan menangkap ide tema dari berbagai sudut pandang. Semua perlu LATIHAN.
Buat Iga, membuat lagu adalah bentuk eksperimen dan eksplorasi yang akhirnya membuat kita menjadi mengenal diri sendiri. “Jangan pernah membatasi diri lo saat elo mencoba mengeksekusi ide loe membuat lagu.”, demikian katanya. Ia bercerita bahwa proses pengerjaan lagu di bandnya, Barasuara, sifatnya adalah eksploratif. “Gak ada yang salah saat lo coba masukin ini-itu ke lagu lo. Lebih baik dicoba, kalau ga enak ya ga usah dipakai. Setidaknya ide itu sudah lo coba. Yang salah adalah ketika lo ga pernah coba idenya jadi lo ga tau sebenernya itu bagus/enak atau enggak.”, katanya.
Ia menegaskan bahwa tidak apa jika maksud dan latar belakang lagu yang diciptakan ternyata diinterpretasi orang dengan cara yang berbeda. Malah itulah kekayaan dari sebuah karya. “Gue suka dengan kalimat Eross dalam sebuah buku yang berkata bahwa begitu lagu sudah dirilis di publik, maka itu sudah bukan milik kita lagi. Maksudnya adalah setiap orang bebas untuk mengiterpretasi lagunya meskipun mungkin berbeda dengan maksud saat kita menciptakannya.”, ujarnya.
Workshop yang lumayan panjang, bahkan sempat diselingi istirahat 40 menit sembari ia memberi tugas spontan kepada teman-teman yang hadir untuk menulis lagu tentang Pamulang, berjalan dengan menarik dan interaktif. Hingga akhirnya jam 21.00 WIB, Iga harus pamit dan memberikan sebuah pe-er yang harus dikerjakan oleh teman-teman penulis lagu yang hadir. “Coba bikin lagu di time signature selain 4/4. Mungkin bisa memberikan ide baru atau pendekatan lain dalam musik lo.”, katanya.
Yes, seperti kata seorang teman saya yang juga pencipta lirik dan lagu. Perlakukanlah lirik dan lagu itu seperti belajar instrumen musik. Perlu latihan, perlu dikulik.
Thanks, my friend Iga for spending your time to visit Earhouse Pamulang. Kapan-kapan kuadakan kunjungan balasan ke Bekasi yah. Eheheheeh! Gowes kitaak!
Love and respect,
Endah
ps : terima kasih Ayu, @hello_manten katering, yang sudah membawa Singkong Thailand masakanmu yang lezat. Ludes bersih mengkilat tak seberapa lama kudapan tersebut dihidangkan. Love!
2 thoughts on “Earhouse Songwriting Workshop with Iga Massardi”
Bekasi-Pamulang Heroes
Hahaha joss!