Chicha, kucing betina pincang nan judes saya temukan di pojokan rumah, kedinginan karena terjebak hujan sekitar 3 tahun lalu. Kaki belakangnya pincang sepertinya pernah ketabrak kendaran, keadaannya kurus dan tidak sehat. Akhirnya, karena iba, saya rawat ia sampai sekarang. Pernah ada kejadian, tiba-tiba Chicha berhenti mengeong, terlihat lemas dan ada darah tak segar tercecer di beberapa tempat. Ketika saya bawa ke dokter hewan di Pamulang, saya terkejut saat mengetahui bahwa ia harus operasi karena ada bayi yang membusuk di rahimnya. “Untung segera dibawa ke sini, Mbak. Kalau terlambat beberapa hari, dia sudah keracunan janinnya sendiri.”, kata Pak Dokter Made. “Tenang saja, Mbak. Kucingnya kuat. Tetapi dia harus disterilkan karena dengan kondisi kakinya seperti ini tidak akan bisa mengejang untuk melahirkan[…]

Ada banyak kenangan saya kepada almarhumah mama saya. Tiba-tiba terlintas memori saya tentang beliau ketika saya masih di bangku SMA. Di suatu sore yang cukup santai, saya bercengkrama dengan mama di kamar. “Ma, apa yang membuat mama cinta sama papa?”, tanya saya. Mama menerawang. “Papamu itu humoris, tidak membosankan. Dan dia selalu berusaha menjadi orang yang baik, kelihatan dari usaha ibadahnya.”, jawabnya tersenyum. “Mama pernah bosan sama papa?”, tansayaku lugu. Kembali menerawang mama menjawab, “Ya pernah.”, jawabnya jujur. “Terus kenapa mama terus sama papa sampai sekarang?”, tanyaku. “Karena ada kamu, Mbak Mita, Mas Arief. Anak mama yang lucu-lucu.”, jawabnya sambil uleng-uleng (memeluk dan mencium) saya di atas kasur. Saya tergelak. Kemudian mama melepaskan pelukannya dan menatap saya penuh arti. “Cinta[…]

Waktu kecil, mungkin usia 5 tahun, saya bersama mama sholat Ied di sebuah lapangan besar. Saat itu saya cemas… “Mama.. mama. Aku khawatir.”, kataku. “Kenapa, sayang?”, jawab mama. “Nanti kalau pas kita sholat siapa yang jagain sepedanya?”, tanyaku. “Ada yang jaga di sana, sayang. Pak X (lupa namanya).”, jawab mama. “Emangnya Pak X ga sholat, Ma?”, tanyaku. “Engga, sayang. Pak X orang Kristen. Dia jaga kita, umat muslim, supaya khusyuk beribadah. Nanti saat natal kita juga gantian jaga mereka saat ibadah.”, jawab mama. “Ooo…”, saya tertegun, mencerna. Kemudian takbir panggilan berdiri. Sholat Ied pun dimulai. — My first lesson about tolerance came from my mother. — Selamat merayakan natal, teman-temanku. ‘Kan kujaga dan kuhormati hak-hak kalian beribadah. Karena esensi beragama[…]

Pagi itu, Jumat 15 Juli 2016, saya bangun lebih pagi dari biasanya. Yah, jam 7 pagi lah, hehehe. Terdengar ciutan burung-burung yang bertengger di pagar tembok kuburan seberang rumah. Sungguh sepi sekali pagi ini. Jauh lebih sepi dari biasanya. Mungkin karena seminggu setelah lebaran. Hari ini kadar sensitifitas saya cukup tinggi. Penginderaan, perasaan, dan badan, semua sungguh sensitif. Ya, ini hari pertama saya menstruasi. Dan ini hari yang tepat untuk saya membaca naskah film Athirah yang dikirimkan Mba Mira Lesmana dan Mas Riri Riza sekitar 2 minggu lalu. Dari sejak dikirimkannya naskah via email, Rhesa selalu mengejar-ngejar saya untuk memulai menggarap OST Athirah. Saya selalu menjawab, “Tenang, deadlinenya masih tanggal 25 Agustus. Mendingan kita bereskan dulu yang lain.”, dalih saya.[…]